Qorun itu adalah penguasa bani israel dan termasuk kaumnya nabi Musa AS. Ia dikaruniai harta yang banyak, namun ia menjadi sombong, kafir dan bakhil, sehingga Allah mengadzabnya. Dan ketika dia berbangga-bangga, kaumnya mengatakan kepadanya “Janganlah kamu terlalu bangga. sungguh Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri.”
Bangga atau Farah yang dimaksud disini adalah Farah bathar yakni senang berlandaskan pangkat dan derajat dunia, dan mengabaikan Allah Swt sebagai pemberi nikmat, maka itu tidak boleh dan dicela, sedangkan yang boleh dan terpuji adalah senang atau bahagia yang berlandaskan akhirat, dengan mengakui bahwa segala nikmat berasal dari karunia Allah Swt semata. Karena itu bisalah kita memanfaatkan dunia untuk akhirat serta membantu sesama. Farah ini dinamakan Farah syukur. Allah swt dalam QS. ad Dhuha : 11 memerintahkan kita agar menampakkan nikmat Allah kepada kita,
“dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur) .”
Syekh as Showi mengatakan “punya uang, bahagia boleh tapi yang bermuara pada akhirat yakni untuk memperjuangkan agama”. Karena kehidupan ini tidak layak untuk dibahagiakan. “Toh seberapa lama kita akan berbahagia?!.” Dunia hanya sementara dan tidak banyak gunanya.
Kebahagiaan juga tidaklah bisa dinilai dengan kenyamanan hidup di dunia ataupun pangkat dunia, namun kebahagiaan itu apabila kita bersyukur kepada Allah dengan menasorrufkan harta kita di jalan Allah dan mengawali setiap langkah yang kita lakukan dengan tujuan untuk membantu sesama, maka setiap langkah kita akan bernilai ibadah, kita punya jaminan di akhirat dan Allah akan menganugerahkan hidup yang indah serta mulia di dunia dan akhirat. Sejatinya, kehidupan dunia adalah bagianmu untuk mempersiapkan kehidupan akhirat dan jangan sampai dunia membuatmu lupa untuk ibadah kepada Allah.
Allah memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada sesama sebagai bentuk balasan untuk nikmat yang telah Allah berikan, sesungguhnya Allah sendiri tidak butuh dengan balasan dari perbuatan baik kita, tapi Allah menitipkan orang-orang yang butuh bantuan kepada kita, agar kita membantunya.
Dan janganlah kita berbuat kerusakan di bumi dengan berbuat maksiat dan tidak menjaga lingkungan dengan cara mengabaikan kelestariannya. Segala kerusakan dibumi itu pasti ada hikmahnya, ada alasan dibaliknya dan kerusakan bumi disuatu daerah itu terjadi karena ada yang lalai kepada norma dan perintah Allah. Mafhum mukholafah dari larangan Ifsaad fii Al-ardhi tersebut adalah Islaah fii al-ardhi yakni kita diperintah untuk berbuat kebaikan di bumi dengan taqwa kepada Allah dan menjaga kelestarian alam anugerah ilaahi
Karena hal itu, hindari sombong dengan harta yang kita miliki, tanamkan dalam hati kita untuk infaq, memberi kepada orang lain, menolong dan saling memberi kemanfaatan, lestarikan dan bijaklah menggunakan anugerah alam dari Allah, bersyukurlah untuk meraih kebahagian dunia dan akhirat.
Semoga bermanfaat, amiin…