Dan sungguh telah sampai kepada kita dari sebagian orang-orang sholih, dikatakan bahwa Imam Ahmad bin Arqom rohimahulloh berkata : “Nafsuku mengatakan padaku untuk keluar berperang dijalan Allah, (walaupun berperang dijalan Allah adalah perbuatan terpuji, akan tetapi beliau menyadari bahwa saat ini Nafsu beliaulah yang sedang berbicara) maka aku (menolaknya) dan mengatakan : Subhanalloh, sesungguhnya Allah Swt berfirman “sesungguhnya nafsu itu banyak memerintahkan pada keburukan”
Imam Ahmad ini mengetahui dengan pasti, bahwa jika beliau ikut berperang, maka nantinya beliau akan disebut sebagai Mujaahid, dan itu akan membuat beliau bangga. Begitu pula jika beliau wafat syahid, beliau akan dikenal dengan sebutan Syahiid. Setelah bangga dengan sebutan itu, maka hilanglah pahala yang ditunggu tunggu disisi Allah. Itulah mengapa beliau menolak mengikuti ‘bisikan’ nafsu. Beliau telah mengenal jenis nafsu apa yang sedang dihadapi.
Sebenarnya Nafsu ada 3 dalam klasifikasi Alquran:
- Nafsu muthmainnah Bila seseorang sudah menyatakan cinta pada Allah (اطمأنّ), maka tidak akan goyah nafsunya. Seperti merasakan kenikmatan dengan solat, tidak ada minat pada dunia, dan tidak melakukan perbuatan mungkar karena memang tidak ada keinginan. Dan ini merupakan derajat nafsu yang tertinggi.
- Nafsu lawwamah. Nafsu yang banyak mencela mukmin saat ia sedang terjatuh pada lubang durhaka. Ketika seseorang melakukan perbuatan buruk kemudian nafsunya mencela, maka itu lebih baik karena berujung mencela. Dan mencela diri karena berbuat buruk itu termasuk dari iman.
- Nafsu ammaroh adalah Nafsu yang banyak memerintah pada keburukan, dan inilah kondisi nafsu yang dominan.
Lalu bagaimana kita menghadapi nafsu yang sangat sulit ditundukkan, bila dibendung maka meledak, bila dilepas akan menjatuhkan pada neraka. Diakui atau tidak, nafsu juga memiliki peran penting dalam kehidupan, dialah penyemangat, dan tidak jarang meringankan beban berat kehidupan. Strategi jitu hadapi nafsu adalah arahkan setiap saat tanpa henti untuk melakukan kebaikan, dengan memperhatikan tingkat kejenuhan Nafsu itu sendiri. Meniru fungsi ‘hati’ Berilah masa ‘jeda’ untuk menghindari bosan.strategi ini dinamakan Tarwiih. Nabi SAW bersabda “berilah istirahat (jeda) hati kalian, saat saat tertentu, sebab jika ia bosan, ia akan buta.”
‘Pekerja abstrak’ dalam diri kita selanjutnya adalah ‘akal’ namun fungsi akal itu sangatlah terbatas, hanya untuk memilih dan memilah, berbeda dengan ‘hati’ sang pekerja abstrak yang lain, akal mendominasi, tapi hati justru bisa melampaui akal, dengan jurus tawakkal, menunggu taufiq dan hidayah dari Allah.
Pekerjaan akal adalah ikhtiyar, berusaha sebaik-baiknya, tapi hati bekerja berdasar kehendak Allah, yang hasilnya jauh melampaui nalar manusia, dan jauh lebih dahsyat. Salah satu ciri dari pekerjaan hati adalah lebih mendalam dan sabar.
Menyimpulkan dari semua uraian diatas, manfaatkan nafsu sebagai penyemangat, belajarlah mengaitkan hati dan akal (memilih, memilah dan tawakkal) dalam setiap langkah agar apa yang kita lakukan dapat terlaksana dengan baik.
Semoga bermanfaat, amiin….